https://youtu.be/WyMl6KRyraI
NAMANYA BANG DUL
Ini adalah salah satu cerpen karanganku. Selamat membaca!!^^
Dari
jauh, aku melihatnya tergesa-gesa menghampiriku. Wajahnya yang pucat dan letih,
bersinar ketika melihatku. Senyumnya mengembang.
“Assalamualaikum
Bang,” kataku seraya mengambil tangannya lalu menciumnya.
“Wa’alaikum
salam, bagaimana kabarmu Ai?” sahutnya seraya mengusap lembut kepalaku.
“Alhamdulillah
baik Bang. Ada salam dari ayah dan ibu. Kapan Abang berkunjung lagi ke rumah?” kataku.
“Salam
kembali untuk ayah dan ibumu. Nantilah, kalau Abang punya uang. Kau kan tahu
bagaimana keadaan Abangmu ini,” katanya.
Aku
mengangguk. Kami bergegas meninggalkan Terminal Kampung Rambutan. Mencari-cari
angkot jurusan Cibubur. Tak berapa lama kami sudah berada di dalam angkot.
Selama beberapa saat kami terdiam. Kuperhatikan wajahnya. Sudah enam bulan aku
tak berjumpa dengannya. Kini ia tampak lebih tua. Namun tatapan matanya masih
setajam ketika terakhir kali kami bertemu. Semangatnya tak pudar dimakan waktu.
Di
tengah keterbatasan fisiknya, ia tak pernah merasa malu untuk bergaul dan
bekerja. Apapun pekerjaan itu. Asalkan halal, akan ia lakukan dengan sepenuh
hati. Mulai dari menjadi perantara jual beli motor, handphone, batu cincin atau
apapun yang bisa menghasilkan uang, menjaga rumah orang yang sedang pulang
kampung dan lain-lain.
“Hidup
kalau hanya mengatasnamakan gengsi tidak akan bisa maju. Yang diperlukan adalah
keberanian dan tekad yang kuat. Untuk apa malu, toh yang kita kerjakan halal.
Memangnya gengsi dapat menghasilkan uang? Apalagi di Jakarta. Orang yang lemah
tidak akan bertahan lama,” katanya padaku, ketika dulu aku bertanya tentang
pekerjaanya itu.
Namanya
Dul. Ia adik kandung ayahku. Aku sudah menganggapnya seperti kakakku sendiri. Aku
dan keluargaku tinggal di desa. Jika ada uang, terkadang aku main ke Jakarta untuk
menjenguk nenek dan Bang Dul. Kini setelah kematian nenek, aku merasa perlu
lebih sering berkunjung. Sekedar untuk menghibur dan menemaninya agar tak merasa
kesepian. Ayahku pernah memintanya untuk tinggal bersama kami. Dengan halus ia
menolaknya. Ia bilang, kalau di desa bingung mau kerja apa. Di Jakarta, ia
sudah punya sedikit relasi dan pekerjaan. Meskipun hasilnya hanya cukup untuk
makan sehari-hari. Aku tahu benar abangku, ia tak ingin merepotkan keluargaku yang
hidupnya pas-pasan. Ia juga tak pernah ingin merepotkan orang lain. Selama ia mampu,
ia akan melakukannya sendiri. Itulah prinsip hidupnya.
Dulu,
Bang Dul pernah berjaya. Punya banyak uang dan teman. Relasinya dimana-mana.
Namun semuanya berubah drastis semenjak kecelakaan motor yang hampir merenggut
nyawanya. Kepalanya bocor, ia mengalami pendarahan hebat. Dompet dan hpnya
raib. Ada saja yang tega mengambil kesempatan di tengah keadaan abangku yang
sekarat. Beruntung nyawanya bisa diselamatkan. Jalannya kini terpincang-pincang
karena beberapa saraf motoriknya rusak. Semua nomor relasinya ada di hpnya yang
raib. Ia kehilangan segalanya dan terpaksa harus memulai dari nol lagi.
Keadaannya yang sekarang membuatnya tak bisa leluasa bergerak menjalankan
bisnisnya seperti dulu. Teman-temannya mulai menjauh. Begitulah hidup, saat
kita susah barulah kita tahu siapa teman kita yang sesungguhnya. Dengan ikhlas
ia menjalani semuanya.
Kini
ia sakit-sakitan, kepalanya sering pusing. Namun ia tetap bekerja. Baginya,
pantang untuk meminta-minta.
“Sakitku
ini tidak seberapa. Selama aku masih bisa berjalan, itu artinya aku sehat. Kau
lihat, orang yang tak punya kaki di depan sana. Ia masih bisa bekerja walau hanya
sebagai pemulung. Kakiku masih lengkap, meski jalanku terpincang-pincang. Aku
malu jika harus meminta-minta, sementara di depan sana orang yang tak punya
kaki tetap berusaha untuk bekerja. Tidak bermalas-malasan apalagi mengemis!”
katanya, ketika ia kuminta untuk tidak bekerja dulu. Wataknya memang keras.
Prinsipnya kuat, tapi hatinya lembut.
Angkot
yang kami tumpangi melaju cepat melintasi rumah dan toko yang berdiri sepanjang
jalan raya. Teriknya sang surya membuat peluhku mengalir deras. Namun hatiku
terasa sejuk. Kehadirannya selalu membawa aura positif untukku.
Lelaki
perkasa yang tak pernah lekang oleh waktu. Darinya, aku belajar arti ikhlas dan
sabar yang sesungguhnya. Tak pernah menyerah pada keadaan dan selalu berjuang
untuk hidup yang lebih baik.
seru juga gan cerpernnya, terus berkarya yah, jangan lupa kunjungi Agen Sbobet
ReplyDelete